Pages

4.27.2014

Sayounara Ojiisan

Semasa kecil, saya jarang sekali bertemu kakek dan tidak begitu mengingat sosoknya. Sosok kakek yang pertama sekaligus yang paling membekas dalam benak saya dimulai sekitar sepuluh tahun lalu.
Kala itu, saya yang masih duduk di bangku SMA beserta salah satu adik saya mulai diajari matematika secara rutin oleh kakek (yang dulunya merupakan guru dan dosen matematika) setiap hari minggu. Suatu hal yang luar biasa karena saat itu kakek sudah memasuki usia 80an.
Secara rutin diajari matematika oleh kakek, saya jadi tahu bahwa kakek adalah orang yang mengajari dengan sabar, detail, dan perlahan-lahan. (Walaupun karena terlalu perlahan terkadang menyebabkan saya jadi mengantuk). Meski begitu, berkat rajin belajar bersama kakek, saya jadi lebih mengerti matematika dan mulai menganggap matematika jadi lebih menyenangkan.
Mengingat sosok kakek yang seperti itu membuat saya tidak bisa membayangkan ketika ada yang bercerita bahwa kakek adalah orang yang disiplin, tegas, dan "keras" ketika mengajar di sekolah. Sosok kakek yang mungkin tidak saya ketahui. Namun, meski tak sedikit yang mengatakan kakek adalah guru yang "galak", kakek adalah guru yang selalu dikenang oleh murid-muridnya.
Selain ibu, kakek adalah panutan saya dalam mengajar dan mendidik siswa, profesi yang saya tekuni sekarang.
Setelah saya menyelesaikan pendidikan SMA dan melanjutkan kuliah, saya mulai berhenti belajar matematika karena bidang yang saya ambil bukanlah matematika. Tapi, kakek melanjutkan mengajar matematika pada dua adik saya yang lain. Kemudian, kakek jatuh sakit.
Awalnya hanya sakit kaki. Kakek yang awalnya bisa berjalan normal, bahkan masih bermain tenis, mulai berjalan dengan bantuan tongkat. Waktu berlalu, kakek mulai tidak bisa berjalan dan menggunakan kursi roda. Hingga akhirnya tidak bisa terlalu banyak bergerak dan hanya bisa berbaring di atas kasur.
Berkali-kali bolak-balik masuk rumah sakit, kian hari penyakitnya pun semakin parah.
Selama tiga tahun sakit, kami selalu merayakan ulang tahun kakek, melewati tiap tahunnya dengan harapan kakek bisa sembuh.
Saya masih ingat, sewaktu sehat dulu kakek sering bilang dengan bangga mengenai usianya yang panjang. Karena di keluarga kakek belum pernah ada yang usiannya mencapai 90an.

Kini, tahun 2013 telah menjadi tahun terakhir kami sekeluarga merayakan ulang tahun kakek bersama-sama.

Karena, pada tanggal 24 April 2014, di usianya yang ke 92 kakek meninggal dunia.


Sayounara Ojiisan (Selamat Tinggal Kakek)
Sosokmu akan selalu kami kenang dan kami jadikan teladan.
Do'a kami menyertaimu.


抜き猫

No comments:

Post a Comment

About Me

My photo
cat lover, japan addict, spy girl, paparazzi, the nocturnal, plegmatis, book eater, newbie teacher, single happy, travel writer wannabe;