Pages

11.22.2012

Menjadi 'Tua' ≠ Menjadi Dewasa

"Tua itu pasti. Dewasa itu pilihan."
Seperti yang acapkali dikatakan oleh sahabatku itu, bertambahnya umur tak selalu berarti bertambah dewasa.
Andaikan saja umur yang semakin bertambah disertai dengan kedewasaan yang juga bertambah, tentu rasanya tak akan sesulit ini.
Memasuki usia 23 rasanya aku ingin kembali ke masa kanak-kanak, ke masa dimana sepertinya aku tak memikirkan apapun kecuali sekolah dan bermain.
Memasuki usia 23, apalagi ditambah dengan sebuah titel sarjana, bagaikan memasuki dunia nyata.
Dimana aku seharusnya sanggup berpijak dengan kedua kakiku sendiri.

Namun faktanya, meski sudah memasuki usia 23 sedikit sekali perubahan kedewasaan yang terjadi pada diriku.

Menjadi dewasa (salah satunya) berarti menjadi lebih bertanggungjawab.
Sementara, seringkali aku lalai akan kewajibanku. Tak jarang pula aku menunda sesuatu hanya karena malas. Atau 'melarikan diri' dari apa yang seharusnya kuhadapi.

Memasuki usia 23, aku tahu bahwa diriku masih jauh dari sosok seseorang yang bisa disebut dewasa.
Aku merasa timpang. Karena, sungguh, aku masih ingin menjadi kanak-kanak sementara waktu terus berjalan -berlari bahkan-, tanpa kompromi.

Seperti yang tadi sudah kusebut, dewasa itu pilihan.
Dan untuk menjadi dewasa diperlukan perubahan.
Dan untuk berubah diperlukan kesadaran.

Kini, aku bediri di jalan yang penuh kebimbangan.
Sadar namun belum ingin berubah.
Tapi kalau tak mau berubah, sampai kapan aku akan ada disini?
Mempertanyakan kebimbanganku sendiri.

Andaikan saja umur yang semakin bertambah disertai dengan kedewasaan yang juga bertambah, tentu tulisan ini tak akan ada.

11.16.2012

When I'm (Not) Perfect













Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti Lomba Menulis yang  diadakan Penerbit Haru. Info: penerbitharu.wordpress.com



Aini berdiri diantara kerumunan, karena tubuhnya yang tinggi, tanpa begitu kesulitan ia menemukan namanya tercantum sebagai peringkat pertama di ujian semester kali ini, seperti juga ujian-ujian semester lalu.
Peringkat ini tentu tak didapatnya dengan mudah, ia berusaha mati-matian untuk memperolehnya. Seringkali ia tak tidur hanya untuk belajar, mengerjakan tugas-tugas sekolahnya yang menumpuk meskipun ia sebenarnya tak suka.

Ya, Aini memang tak begitu suka belajar. Ia lebih suka kegiatan yang berhubungan dengan seni. Sakura-sensei, guru seni di sekolahnya bahkan sering mengajaknya mengikuti berbagai perlombaan seni. Tapi, ia tak pernah sekalipun memenuhi ajakan itu.
Aini lebih mementingkan belajar, karena kalau ia pintar ia akan punya teman. Di sekolahnya yang dulu, hanya karena Aini tak pintar dalam pelajaran, tak ada seorangpun yang mau berteman dengannya. Sekolahnya dulu memang sekolah paling elit di Tokyo, hampir semua siswanya adalah siswa yang berniat masuk ke Universitas Tokyo. Aini sama sekali tak bisa mengejar ketertinggalannya dari teman-teman yang lain.

Sejak ayahnya dipindahkan ke kantor cabang di Osaka, ia pun memutuskan untuk mendapatkan nilai-nilai bagus dalam semua pelajaran. Ia harus bisa apa saja dan membuktikan bahwa ia akan punya banyak teman.
Terbukti, saat ia mendapatkan peringkat pertama bahkan sejak awal kepindahannya, banyak teman yang mendekatinya, meminta bantuannya, dan bersikap baik padanya. Kecuali, satu orang...
"Ai-chan..., omedetou*" seru Mai Kuroki, salah satu temannya dari depan kelas. Ia melambai-lambaikan tangannya ke arah Aini dengan semangat.
Aini berjalan cepat menghampirinya. Tak sengaja ia menabrak Seiko yang baru saja keluar dari dalam kelas. Sesaat, ia merasa seperti ditatap dengan tatapan yang seakan meremehkan.
Ia memandang ke arah Mai yang sepertinya melihat tatapan itu. "Kenapa dia?"
Mai mengangkat bahu. "Sepertinya ia iri denganmu..."
---

Sejak tatapan Seiko padanya waktu itu, Aini jadi bertanya-tanya. Jika apa yang dikatakan Mai benar, mungkin memang tak mengherankan jika Seiko merasa iri padanya. Karena dibandingkan dirinya yang mendapatkan peringkat 1 di setiap ujian semester, Seiko tak pernah sekalipun masuk dalam peringkat 50 besar. Dan bukan hanya itu, Aini baru tahu bahwa Shin, cowok yang dulu dekat dengan gadis itu kini malah akrab dengannya.
Aini mengamati Seiko yang duduk di pojok kelas, mengobrol dengan beberapa temannya. Tertawa lepas. Sejujurnya Aini kini merasa iri, karena sekalipun tak mendapat peringkat 1, Seiko masih memiliki teman untuk berbagi tawa.
Seperti merasa diamati, Seiko memandang ke arah Aini. Lalu mengalihkan pandangannya tak suka.
---

"Sei.., Seiko.." panggil Aini diantara barisan siswa yang bergegas pulang.
"Ada apa?" tanya Seiko begitu Aini berdiri di hadapannya.
"Kamu marah sama aku?" tanyanya langsung.
Dahi Seiko berkerut heran. "Ngga, kenapa aku harus marah sama kamu?"
Aini menjawab ragu. "Uhm.. karena Shin."
Seiko tertawa sinis. "Shin? Ngga ada alasan apapun yang bisa bikin aku marah sama kamu gara-gara Shin." jelasnya datar.
Aini kembali bertanya, kali ini dengan penuh keheranan. "Kalau gitu kenapa kamu keliatannya tak menyukaiku?"
Seiko mendengus pelan. "Begini ya Miss. Perfect. Hanya karena kamu bisa segalanya bukan berarti semua orang akan menyukaimu."
Sejenak Aini tak bisa berkata-kata. "Ta.. tapi.. kupikir orang-orang mau berteman denganku karena.. karena aku bisa segalanya? Karena aku pintar?" serunya.
Seiko mengedikkan bahunya. "Tapi hanya teman kan?" tanyanya balik.
Aini kembali bertanya tak mengerti. "Maksdumu?"
"Iya, teman. Teman yang hanya dekat denganmu hanya saat membutuhkanmu. Bukan sahabat yang menerimamu seutuhnya, apa adanya." jawab Seiko dengan nada menyindir, lalu berbalik pergi.
Aini merenung di tempatnya berdiri. Begitukah?
Kini ia merasa tindakannya selama ini salah. Ia punya teman hanya karena ia pintar, hanya karena ia selalu mendapat peringkat 1. Apa jadinya kalau ia tak pintar, tak meraih peringkat apapun? Mungkin saja sama seperti di sekolahnya yang dulu.
Tapi ia terlalu takut, takut jika ia tak sempurna tak akan ada yang mau menerimanya, bersahabat dengannya. Namun, bukankah begitu seharusnya persahabatan? Bukan hanya menerima orang lain, tetapi juga membiarkan diri kita diterima orang lain. Seburuk apapun itu.

おわり**

*omedetou = selamat
**owari = selesai

11.05.2012

Cinta Tanpa Kata [#FF2in1]

Kau menyentuhku, menatapku lembut.
Tatapan yang menyatakan seluruh rasamu untukku.
Lalu kau tersenyum, membuat seluruh duniaku jungkir balik.

Aku tahu tak perlu kata lagi di antara kita.
Aku menyukai keheningan di antara kita.
Keheningan dimana kita memiliki cara lain untuk menyatakan perasaan masing-masing.
Tanpa kata yang terucap. Tanpa sedikit suara pun terdengar.

Karena hanya dengan sentuhanmu, aku merasa.
Karena hanya dengan tatapanmu, aku tahu.

Aku hanya ingin terus merasakan hangatnya cintamu lewat sentuhan jarimu.
Aku hanya ingin terus merasakan luapan cintamu lewat tatapan matamu.

Karena aku mengerti, tak akan ada kata yang terucap.
Tak akan ada suara yang terdengar.
Sekalipun kau ingin, menyampaikan ribuan kata cinta.
Mendendangkan senandung lagu romantis.

Kukatakan padamu.
"Tak selalu butuh kata untuk menyampaikan cinta bukan?"

Dan aku meraih wajahmu, menciummu lembut.
Ketika mata kita bertemu, memandang dengan kehangatan yang sama.
Kita sama-sama tahu, perasaan yang terpancar disana.
Lebih dari sekedar kata-kata.


Karena Kau, Anugerah Terindah [#FF2in1]

Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
(Anugerah terindah yang pernah kumiliki - Sheila On 7)

Aku tak butuh apapun. Aku hanya perlu kau tetap disisiku.

Melihat tawamu. Mendengar senandungmu.
Membelaiku lembut. Menatapku sejuk. Memelukku hangat.

Aku tak butuh apapun.

Kecuali hatimu yang tetap untukku.

Namun kau pegi, meninggalkanku.

Mengkhianati janjimu.
Janji setia bersama (berdua) sampai maut memisahkan.

Tak ada lagi tawamu. Tak ada lagi senandungmu.

Tak ada lagi belaian lembut. Tatapan sejuk. Pelukan hangat.

Tak ada lagi hatimu yang hanya untukku.


Kini aku harus membagi semua itu dengannya.

Dengan perempuan lain yang tiba-tiba datang.

Namun, meski begitu.
Aku masih mencintaimu.
Bahkan meski harus membagi dirimu dengan yang lain.

Karena kau, anugerah terindah yang pernah kumiliki.
Dan akan selalu begitu.

Selamanya.

About Me

My photo
cat lover, japan addict, spy girl, paparazzi, the nocturnal, plegmatis, book eater, newbie teacher, single happy, travel writer wannabe;