Pages

11.16.2012

When I'm (Not) Perfect













Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti Lomba Menulis yang  diadakan Penerbit Haru. Info: penerbitharu.wordpress.com



Aini berdiri diantara kerumunan, karena tubuhnya yang tinggi, tanpa begitu kesulitan ia menemukan namanya tercantum sebagai peringkat pertama di ujian semester kali ini, seperti juga ujian-ujian semester lalu.
Peringkat ini tentu tak didapatnya dengan mudah, ia berusaha mati-matian untuk memperolehnya. Seringkali ia tak tidur hanya untuk belajar, mengerjakan tugas-tugas sekolahnya yang menumpuk meskipun ia sebenarnya tak suka.

Ya, Aini memang tak begitu suka belajar. Ia lebih suka kegiatan yang berhubungan dengan seni. Sakura-sensei, guru seni di sekolahnya bahkan sering mengajaknya mengikuti berbagai perlombaan seni. Tapi, ia tak pernah sekalipun memenuhi ajakan itu.
Aini lebih mementingkan belajar, karena kalau ia pintar ia akan punya teman. Di sekolahnya yang dulu, hanya karena Aini tak pintar dalam pelajaran, tak ada seorangpun yang mau berteman dengannya. Sekolahnya dulu memang sekolah paling elit di Tokyo, hampir semua siswanya adalah siswa yang berniat masuk ke Universitas Tokyo. Aini sama sekali tak bisa mengejar ketertinggalannya dari teman-teman yang lain.

Sejak ayahnya dipindahkan ke kantor cabang di Osaka, ia pun memutuskan untuk mendapatkan nilai-nilai bagus dalam semua pelajaran. Ia harus bisa apa saja dan membuktikan bahwa ia akan punya banyak teman.
Terbukti, saat ia mendapatkan peringkat pertama bahkan sejak awal kepindahannya, banyak teman yang mendekatinya, meminta bantuannya, dan bersikap baik padanya. Kecuali, satu orang...
"Ai-chan..., omedetou*" seru Mai Kuroki, salah satu temannya dari depan kelas. Ia melambai-lambaikan tangannya ke arah Aini dengan semangat.
Aini berjalan cepat menghampirinya. Tak sengaja ia menabrak Seiko yang baru saja keluar dari dalam kelas. Sesaat, ia merasa seperti ditatap dengan tatapan yang seakan meremehkan.
Ia memandang ke arah Mai yang sepertinya melihat tatapan itu. "Kenapa dia?"
Mai mengangkat bahu. "Sepertinya ia iri denganmu..."
---

Sejak tatapan Seiko padanya waktu itu, Aini jadi bertanya-tanya. Jika apa yang dikatakan Mai benar, mungkin memang tak mengherankan jika Seiko merasa iri padanya. Karena dibandingkan dirinya yang mendapatkan peringkat 1 di setiap ujian semester, Seiko tak pernah sekalipun masuk dalam peringkat 50 besar. Dan bukan hanya itu, Aini baru tahu bahwa Shin, cowok yang dulu dekat dengan gadis itu kini malah akrab dengannya.
Aini mengamati Seiko yang duduk di pojok kelas, mengobrol dengan beberapa temannya. Tertawa lepas. Sejujurnya Aini kini merasa iri, karena sekalipun tak mendapat peringkat 1, Seiko masih memiliki teman untuk berbagi tawa.
Seperti merasa diamati, Seiko memandang ke arah Aini. Lalu mengalihkan pandangannya tak suka.
---

"Sei.., Seiko.." panggil Aini diantara barisan siswa yang bergegas pulang.
"Ada apa?" tanya Seiko begitu Aini berdiri di hadapannya.
"Kamu marah sama aku?" tanyanya langsung.
Dahi Seiko berkerut heran. "Ngga, kenapa aku harus marah sama kamu?"
Aini menjawab ragu. "Uhm.. karena Shin."
Seiko tertawa sinis. "Shin? Ngga ada alasan apapun yang bisa bikin aku marah sama kamu gara-gara Shin." jelasnya datar.
Aini kembali bertanya, kali ini dengan penuh keheranan. "Kalau gitu kenapa kamu keliatannya tak menyukaiku?"
Seiko mendengus pelan. "Begini ya Miss. Perfect. Hanya karena kamu bisa segalanya bukan berarti semua orang akan menyukaimu."
Sejenak Aini tak bisa berkata-kata. "Ta.. tapi.. kupikir orang-orang mau berteman denganku karena.. karena aku bisa segalanya? Karena aku pintar?" serunya.
Seiko mengedikkan bahunya. "Tapi hanya teman kan?" tanyanya balik.
Aini kembali bertanya tak mengerti. "Maksdumu?"
"Iya, teman. Teman yang hanya dekat denganmu hanya saat membutuhkanmu. Bukan sahabat yang menerimamu seutuhnya, apa adanya." jawab Seiko dengan nada menyindir, lalu berbalik pergi.
Aini merenung di tempatnya berdiri. Begitukah?
Kini ia merasa tindakannya selama ini salah. Ia punya teman hanya karena ia pintar, hanya karena ia selalu mendapat peringkat 1. Apa jadinya kalau ia tak pintar, tak meraih peringkat apapun? Mungkin saja sama seperti di sekolahnya yang dulu.
Tapi ia terlalu takut, takut jika ia tak sempurna tak akan ada yang mau menerimanya, bersahabat dengannya. Namun, bukankah begitu seharusnya persahabatan? Bukan hanya menerima orang lain, tetapi juga membiarkan diri kita diterima orang lain. Seburuk apapun itu.

おわり**

*omedetou = selamat
**owari = selesai

No comments:

Post a Comment

About Me

My photo
cat lover, japan addict, spy girl, paparazzi, the nocturnal, plegmatis, book eater, newbie teacher, single happy, travel writer wannabe;